Kisah Klasik Manchester United


Chocobet - Inggris - Kalau ada satu saja hal yang pasti di dunia, ingatlah ini: Jangan pernah meremehkan kemampuan Manchester United untuk menyusahkan diri sendiri.

Tepat ketika laga Manchester City vs Arsenal berakhir dengan kedudukan 2-2 akhir pekan lalu, ada keriuhan yang muncul tidak terlalu jauh dari Stadion Etihad. Keriuhan itu muncul dari tetangga sendiri. Wajar, kegagalan City menang berarti keuntungan buat United untuk melangkahi mereka

Mari simak sejenak situasi di klasemen setelah laga City vs Arsenal selesai: City duduk di posisi keempat dengan koleksi nilai 65, hanya unggul dua poin atas United. Untungnya buat United, mereka masih menyimpan dua laga, sementara City tinggal satu. Tidak perlu hitungan rumit a la sains untuk melihat bahwa United bisa melompati City dan memaku posisi di zona empat besar dengan dua kemenangan tambahan.

Ini adalah situasi yang (semestinya) mudah bagi siapa pun yang menganggap mereka adalah tim besar, mereka yang menganggap diri mereka adalah pemangsa. Ketika lawan sudah mengucurkan darah, di situlah seharusnya si pemangsa tadi melahapnya sampai habis. Situasi City yang terpojok dengan hasil imbang melawan Arsenal seharusnya adalah umpan yang amat enak untuk disantap.

Bayangkan, misalnya, jika situasi tersebut dihadapkan pada Barcelona. Alangkah senangnya mereka mendapatkan kemudahan yang disajikan sedemikian telanjangnya.

Ada alasan mengapa Barcelona disebut di sini. Karakter sebuah tim akan benar-benar diuji ketika mereka dihadapkan pada masalah. Barca mengalami itu. Simak bagaimana mereka sempat unggul jauh, sampai kemudian terpeleset dan jatuh hingga lawan-lawan datang mengejar. Barca, ketika itu, terjatuh justru ketika musim memasuki fase krusial.

Tapi, selayaknya apa yang diharapkan dari sebuah tim besar, mereka juga bangkit di saat yang tepat, di saat-saat kritis. Mereka memaksa lawan-lawan yang datang mengejar itu untuk terus berharap sampai hari terakhir musim.

Lihat juga bagaimana Real Madrid, salah satu lawan Barca itu, dengan segera membereskan masalah ketika nyaris kehilangan kans juara di tengah musim. Dan lihat di mana Madrid sekarang dengan pelatih anyar mereka: Tepat satu langkah di belakang Barca.

Masih mau contoh lain? Leicester City. Ketika mereka sedang diragukan bisa memperpanjang napas hingga garis finis, lalu kemudian kehilangan Jamie Vardy di laga-laga penting, The Foxes malah dengan santainya meraih kemenangan-kemenangan tipis. Tanpa Vardy pun, Leicester masih sanggup meraup empat poin dalam dua laga. Justru akhirnya Tottenham Hotspur, yang jadi rival Leicester, kolaps di tengah jalan.

Endurance atau daya tahan dalam menghadapi tekanan macam inilah yang alpa dari tubuh United.

Di Boleyn Ground, Rabu (11/5/2016) dini hari WIB, ketika para pendukung West Ham United tengah menunggu akhir yang pantas untuk stadion kesayangan mereka itu, United dengan suka hati memberikan pesta yang dinanti-nantikan itu. United seolah-olah bukan datang sebagai lawan, melainkan turis yang kebetulan datang ke London dan melihat ada kesempatan untuk melihat perayaan khusus.

Boleyn Ground, markas di mana West Ham bermukim selama 112 tahun lamanya, telah membuat United luluh dengan begitu saja. Jauh sebelum pertandingan dimulai, manajer United, Louis van Gaal, menyebutkan bahwa timnya lemah dalam menghadapi situasi bola mati dan sundulan lawan yang diawali oleh umpan silang. Dari mana dua gol West Ham berasal? Tepat sekali, sundulan dan set piece.

Ini jadi menggelikan karena Van Gaal sendiri mengakui bahwa mereka sudah mempersiapkan diri dengan matang untuk menghadapi set piece. Bahkan, ia menambahkan, mereka sering mengadakan pertemuan untuk membahas masalah tersebut.

Sebagai pelatih yang amat metodis dan terperinci, pengakuan Van Gaal bahwa United banyak melakukan pertemuan dan rapat untuk membahas taktik bukanlah sesuatu yang mengherankan. Tapi, apa gunanya segala macam persiapan itu ketika hasilnya di lapangan juga nihil?

Van Gaal memasang Daley Blind --pemain yang cerdas, sebenarnya, dan oleh karenanya lebih cocok jadi holding midfielder-- sebagai seorang bek tengah. Blind hanya bertinggi 180 cm dan Van Gaal masih mengeluhkan bahwa ukuran pemain-pemainnya terlalu kecil. Kalau ini bukan oksimoron, entah apa namanya.

Van Gaal sejatinya datang ke United untuk membenahi tim yang sudah bagai rumah reyot. Rumah reyot itu sudah sedemikian lamanya tidak dipugar sehingga hanya tinggal menunggu waktu untuk rubuh.

Maaf-maaf saja, kendati pun United masih mampu memenangi Premier League pada musim 2012/2013, pemugaran skuat dan pembenahan taktikal adalah sesuatu yang mutlak untuk dilakukan. Semusim sebelum menjuarai Premier League itu, United-nya Sir Alex Ferguson dengan ganasnya diberangus oleh pressing ketat a la Athletic Bilbao milik Marcelo Bielsa di kompetisi level kedua Eropa, Liga Europa. Pada musim 2012/2013, United juga tidak berdaya menghadapi Real Madrid di 16 besar Liga Champions.

Setelah gagal dengan David Moyes pasca-Ferguson, United seharusnya melihat gaya main di atas lapangan dan di situlah Van Gaal semestinya memfokuskan pekerjaannya. Tapi, rupanya Van Gaal tergagap-gagap begitu melihat Premier League. Impiannya untuk menerapkan sepakbola ofensif yang cair langsung hilang begitu melihat timnya dikalahkan Leicester 3-5, September 2014. Setelah itu, permainan United di tangan Van Gaal menjadi kaku karena sang meneer tidak mau mengambil risiko dan kembali mengalami nasib yang sama.

Alhasil, United di tangan Van Gaal adalah United yang serba nanggung. Mau bermain dengan gaya main khas Van Gaal, United tidak punya DNA-nya. Mau kembali bermain dengan gaya lama khas Inggris, gaya itu sudah usang ditelan zaman. Bahkan Leicester, yang masih menunjukkan kecepatan dan determinasi khas Inggris, masih dipugar Claudio Ranieri dengan skema pertahanan yang cukup rapat. Sebagai orang Italia, Ranieri mengaku tidak bisa melupakan kerumitan taktik, dan inilah yang diterapkannya ketika Leicester bertahan.

Di Boleyn Ground tadi malam, yang ada adalah United yang tidak determinan dan tidak pula tampil cerdas selayaknya tim-tim modern.

Kisah bahwa United kerap menyusahkan diri sendiri sebenarnya terdokumentasikan dengan baik. Tiga trofi Piala/Liga Champions mereka diraih kalau tidak dengan extra time, ya, didapat dengan gol di injury time dan adu penalti.

Bedanya, saat itu mereka masih mendapatkan hasil bagus. Sekarang?

Promo Bonus 100% Deposit New Member Sportbook
Promo Full Rollingan 0.7% CASINO
Promo Cashback 5 - 10 % Sportbook
Mari bergabung bersama kami di www.chocobet.com
Untuk Informasi Selanjutnya silahkan menghubungi CS 24 jam kami
Yahoo Messenger : cs.chocobet@yahoo.com
Line ID : ChocoBet
WeChat ID : ChocoBet
Whatsapp : +855 8586 7230
Blackberry Messenger : 263DA3F4
Livechat : Tersedia di website kami di www.chocobet.com

0 comments: